BelajarInggris.net Tempat Kursus Bahasa Inggris Online cepat dan Mudah tanpa grammar Full Conversation / Percakapan Bersertifikat
Selamat Datang di Sastra Santri, Tempat Renungan, Diskusi, dan Aktualisasi Seorang Santri

Hapus Pesanan Politik

Suhu politik di negeri ini tampaknya memanas karena muncul pernyataan keprihatinan dari sejumlah tokoh maupun ormas sosial. Komnas HAM juga tidak luput dari sorotan masyarakat. Sejak pergantian figur, Komnas HAM tidak mengangkat citra baik di masyarakat dengan cara menyelesaikan kasus HAM. Mereka malah membuka polemik baru tentang cara menyelesaikan kasus HAM padahal kebanyakan figur dalam tubuh Komnas HAM merupakan tokoh-tokoh pilihan jebolan perguruan tinggi. Akibat dari situasi yang demikian, sepantasnya masyarakat mempertanyakan bagaimana peran Perguruan Tinggi di Indonesia sebagai salah satu dambaan rakyat terhadap perkembangan politik dewasa ini.

Mengutip laporan Unesco, Jacques Delors et al (1998), peran perguruan tinggi di negara berkembang sangatlah sentral. Itu tempat penyiapan sumberdaya manusia untuk mendukung pembangunan nasional, baik dari tenaga madia yang terampil maupun para pemikir dan ilmuwan peneliti yang handal. Bukan sebagai "pabrik sarjana"; bukan sebatas menerima mahasiswa sebanyak mungkin, membangun fasilitas fisik, namun universitas bersifat luwes dan tidak terdikte oleh kebutuhan pasar belaka. Perguruan tinggi mestinya lembaga pendidikan yang juga merupakan bagian dari kebudayaan bangsa yang tidak lepas dari nilai-nilai historis sebagai sumber identitas dan kesatuan nasional. Perguruan Tinggi bukan sekadar tempat riset, tetapi wadah meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) Indonesia, baik di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun iptek.Sekarang ini, ada "sesuatu kekuatan" yang sudah masuk ke dalam kampus, yang mengakibatkan kemurnian kampus tercemar. Akibatnya, kemurnian intelektual sudah tidak bebas lagi. Bahkan tidak berlebihan apabila dikatakan sudah mengandung "pesanan politik" tertentu. Ini berakibat pada pelaksanaan tugas Komnas HAM di lapangan. Kemudian, yang menjadi persoalan, bagaimanakah caranya mengembalikan peran kampus menghadapi masalah HAM sekarang?Tentu sudah saatnya HAM diajarkan di Perguruan Tinggi, baik itu sebagai pelajaran atau mata kuliah, terlepas ataupun digabungkan dengan mata kuliah yang lain. Memang mata kuliah Pancasila dan Kewarganegaraan sudah diajarkan, tetapi masih permukaannya saja. Kemudian lenyap begitu saja. Ternyata kemudian ditindaklanjuti dengan ulah yang bertentangan dengan apa yang telah dipelajari itu. Dengan menerapkan pelajaran HAM di Perguruan Tinggi tentu mahasiswa semakin mengerti dan tidak mau jadi "pesanan politik" pihak tertentu. (Dimuat di Suara Merdeka, 17 Mei 2008)

0 komentar:

Posting Komentar