BelajarInggris.net Tempat Kursus Bahasa Inggris Online cepat dan Mudah tanpa grammar Full Conversation / Percakapan Bersertifikat
Selamat Datang di Sastra Santri, Tempat Renungan, Diskusi, dan Aktualisasi Seorang Santri

Nilai UN, Paspor Masuk PTN?

GEGAP gempita Ujian Nasional (UN) SMA sederajat selesai sudah. Berakhirnya pelaksanaan UN bukan berarti berakhir pula masa ketegangan, justru masa penantian kelulusanlah yang membuat waswas baik peserta UN, guru, kepala sekolah, maupun orang tua peserta.

UN tahun ini memang sedikit berbeda dari UN tahun sebelumnya. Tahun ini ada penambahan pakta integritas yang harus ditandatangani pengawas sebelum pelaksanaan. Meskipun sudah mengusung motto “Prestasi yes, jujur harus”, kredibilitas UN masih perlu dipertanyakan. Sejak hari pertama sudah muncul isu kunci jawaban beredar melalui SMS, kekurangan fasilitas UN, dan konspirasi pengawas dengan guru sekolah.

Mengenai kebijakan UN, sebelumnya MA memutuskan penghentian UN bila syarat pemerataan kualitas dan layanan pendidikan belum terpenuhi. Hal ini tentu bisa menjadi terobosan baru untuk kemajuan pendidikan di negeri ini. Selain sebagai moment evaluasi, tentu bisa dijadikan waktu “merenung” bagi penentu kebijakan.

Di tengah-tengah pro-kontra pelaksanaan UN tersebut, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh malah memastikan nilai UN akan menjadi salah satu syarat masuk perguruan tinggi negeri (PTN) tahun ini. Ia menjelaskan, ide menjadikan nilai UN sebagai prasyarat masuk PTN terinspirasi dari digunakannya nilai UN pada jenjang sebelumnya (SD dan SMP) sebagai prasyarat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Rencana tersebut mungkin sulit terlaksana. Sebab, ujian masuk ke PTN dan UN memiliki dasar berbeda. UN diselenggarakan untuk mengukur hasil pembelajaran peserta didik selama tiga tahun. Sebaliknya, tes masuk PTN diadakan untuk menjaring mahasiswa baru yang cocok dengan perguruan tinggi tersebut, dengan menggunakan tes multiobjektif yang saling menyatu. Selain itu, tes masuk PTN disesuaikan dengan minat calon mahasiswa akan masuk program studi tujuan.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, pelaksanaan UN memang sudah melibatkan perguruan tinggi, mulai dari pencetakan naskah dan lembar jawab ujian, distribusi, pengawasan, sampai pemindaian. Ini mungkin dinilai sebagai langkah awal dalam rangka melaksanakan program Mendikbud tersebut. Di Jawa Tengah, Unnes kembali dipercaya sebagai penanggung jawab pelaksanaan hajatan tahunan tersebut. Dengan melibatkan perguruan tinggi, diharapkan terjaring calon-calon mahasiswa yang terbaik. Namun, dalam pelaksanaannya perguruan tinggi sebatas pada pengawasan di lapangan, misalnya dalam pengawasan dilibatkan 2.941 dosen yang bertugas langsung di satuan-satuan pendidikan se-Jawa Tengah. Dosen-dosen ini seharusnya bisa menjadi tangan panjang perguruan tinggi baik dalam promosi maupun penjelasan tentang lembaganya.

Jika dilihat dari prosesnya, pengintegrasian ini sebenarnya cukup baik. Namun, itu perlu dipertimbangkan lagi, mengingat secara psikologis siswa yang mau menghadapi UN sudah tertekan. Apalagi kalau diberlakukan kebijakan tersebut, bisa menambah tekanan psikologis peserta ujian nasional. Jika nanti SNMPTN ditiadakan karena telah diwakili UN, dapat dipastikan ujian nasional adalah penentu masa depan studi siswa, terutama bagi mereka yang berencana melanjutkan studi di PTN ini akan menambah beban mental siswa.

Terobosan Baru

Kalau memang nilai UN dijadikan sebagai acuan masuk PT sepenuhnya, tentu perlu ada formulasi ulang untuk menyinergikan antara penyelenggaraan UN dan ujian masuk PT terutama pada aspek alat evaluasinya. Jika melihat dari tujuan alat evaluasi tersebut, tentu muaranya ingin mengukur dan mengapresiasi potensi dan kemampuan calon mahasiswa. Sekarang sudah ada SNMPTN jalur undangan. Sebenarnya ini sudah menjadi bukti apresiasi PT terhadap upaya pendidikan di sekolah, terutama peran guru, karena mendasarkan pada prestasi akademik.

Integrasi alat evaluasi bisa menjadi terobosan baru dalam pelaksanaan UN yang bisa digunakan sebagai paspor masuk perguruan tinggi. Sebagai contoh, soal UN tidak bersifat objektif seperti sekarang. Soal UN harus mengarah pada pembangunan pola pikir dan bersifat predikatif. Predikatif diasumsikan bisa menentukan pilihan program studi sesuai keinginan calon mahasiswa. Ini tentu tidak semudah yang kita pikirkan karena berhubungan dengan kurikulum dan penjurusan di satuan tingkat menengah. Kredibilitas pelaksanaan UN pun nanti ya harus diukur melalui beberapa indikator, seperti laporan dari pengawas, guru, dan perguruan tinggi yang ditunjuk hingga perbandingan hasil UN antardaerah.

Karena itu, kebijakan nilai UN menjadi syarat masuk PT perlu dikaji ulang dan dipikirkan lagi terobosan terbaik yang lebih efektif, tepat sasaran, dan yang penting tidak memboroskan anggaran pengeluaran negara.

M. Badrus Siroj, lulusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS Unnes dan panitia Ujian NasionalJawa Tengah 2010 sekarang.

0 komentar:

Posting Komentar